SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU
PERKEMBANGAN MADRASAH IBTIDAIYAH
I. PENDAHULUAN
Pada awal abad ke-20 umat Islam Indonesia mengalami beberapa perubahan
dalam bentuk kebangkitan, agama, perubahan dan pencerahan. Di antaranya
adalah dorongan untuk mengusir penjajah, ( Hanun Asrohah, 1999:155 )
Meskipun ada dorongan kuat untuk melawan penjajahan, akan tetapi umat
Islam sadar bahwa tidak mungkin melawan penjajah hanya dengan cara
tradisional. Cara-cara tradisional selama ini dilakukan umat Islam.
Ketertinggalan diberbagai bidang adalah akibat dari kemunduran umat
Islam diberbagai bidang, sehingga umat Islam terbelakang.
Berdasarkan kesadaran umat Islam menyadari diri, bahwa dibutuhkan
perubahan-perubahan. Umat Islam Indonesia menyadari bahwa perlu kembali
mengkaji ajaran Islam. Yang pada akhirnya membawa umat Islam mampu
melawan imperialisme Barat, ( Hanun Asrohah, 1995:155). Hal ini dapat
dipahami bahwa kesadaran akan kelemahan dan kembali mengakji ajaran
Islam terbukti mampu membendung dan mengusir penjajah.
Perlawanan terhadap kolonialisme menjadi motivasi bagi umat Islam
mengadakan pembaharuan. Gerakan pembaruan tidak akan berjalan dengan
baik tanpa adanya perubahan di bidang pendidikan. Maka langkah yang
perlu diambil adalah dengan melakukan pembaruan bidang pendidikan
Islam, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan membawa perubahan
dalam Islam.
Langkah perubahan melalui pendidikan pada akhirnya menjadi pilihan bagi
umat Islam untuk melakukan berbagai pembaruan diberbagai bidang
kehidupan dalam Islam. Pilihan untuk melakukan perubahan melalui
pendidikan juga dilakukan oleh umat Islam di Indonesia, ( Nata,
Abuddin, 2003: 96)
Dengan pendidikan yang baik akan membawa masyarakat kepada sikap ingin
maju dan berkembang secara teratur. Demikian juga dengan bangsa
Indonesia yang selama masa penjajahan terpuruk di segala bidang, akan
tetapi bangsa Indonesia bangkit kembali akibat proses pendidikan yang
mereka terima.
Kebangkitan tersebut meliputi perkembangan rasa kebangsaan hingga
perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, yang termasuk di dalamnya
adalah pendidikan Islam. Pendidikan Islam pun mengalami pembaharuan.
Hal ini tidak lepas dari keinginan para sarjana Indonesia untuk
melakukan pembaharuan di dunia pendidikan Islam., ( Nata, Abuddin,
2003: 96).
Diantara pembaharuan di bidang pendidikan adalah dengan di bentuknya
madrasah, (Ahmad Syalabi:106). Sebagai lembaga alternatif pendidikan
Islam di Indonesia yang sudah ada, seperti pesantren dan
sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda. Tidak dapat
dipungkiri bahwa madrasah mempunyai peran penting dalam ikut serta
memajukan pendidikan Islam di Indonesia. Madrasah dalam tataran
Indonesia berbeda dengan madrasah pada konsep awal. Hal ini sesuai
dengan Mehdi Nakosteen, yang menyatakan bahwa madrasah dalam bahasa
Arabnya merujuk kepada lembaga pendidikan tinggi yang luas di dunia
Islam klasik, (Samsul Nizar, Muhammad Syaifuddin,2007: 7).
Madrasah dalam lintasan sejarah lahir untuk merespon atas dinamika
sistem pendidikan umat yang berada dalam persimpangan jalan antara
pendidikan umum yang bercorak kolonial dan lembaga pendidikan pesantren
yang bercorak tradisional, ( Abdul Yunus, 2007:203).
Makalah ini, kami membatasi pembahasan meliputi ; Sejarah
Perkembangan Madrasah Di Indonesia , munculnya Madrasah Ibtidaiyah
menjadi salah satu lembaga pendidikan, madrasah ibtidaiyah dalam sistem
pendidikan nasional, dan struktur kurikulum madrasah pada masa orde
baru.
II. PEMBAHASAN
A. Perkembangan Madrasah Di Indonesia
Sejak ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 0ktober 1965, bangsa
Indonesia memasuki fase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan Orde
Lama menjadi Orde Baru berlangsung melalui kerjasama yang erat antara
pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang disebut
angkatan 1966. Sejak tahun 1966 para pemuda dan mahasiswa melakukan
demonstrasi dijalan-jalan secara spontan memprotes segala macam
penyalahgunaan kekuasaan.
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan mengenai madrasah
bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan pemerintah Orde Lama.
Pada era ini madrasah masih belum dianggap sebagai bagian dari sistem
pendidikan secara nasional, akan tetapi madrasah menjadi lembaga otonom
di bawah pengawasan menteri agama.
Ketika Departernen Agama didirikan, salah satu tugas Bagian Pendidikan
adalah mengadakan suatu "pilot project" sekolah yang akan menjadi
contoh bagi orang orang atau organisasi yang ingin mendirikan sekolah
secara partikelir (swasta). Tugas ini mengandung maksud sekolah agama
(madrasah) konflik pemerintah diperlukan sebagai panutan atau contoh
bagi pihak swasta dalam mengelola pendidikan agama. Pendirian madrasah
negeri merupakan sisi lain dari bentuk bantuan dan pembinaan terhadap
madrasah swasta.
Bentuk pertama dari pembinaan terhadap madrasah dan pesantren setelah
Indonesia merdeka adalah seperti yang ditentukan Dalam Peraturan
Menteri Agama No.1 tahun 1946, tanggal 19 Desernber 1946 tentang
pemberian bantuan madrasah.Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa
madrasah adalah tiap-tiap tempat pendidikan yang mengajarkan ilmu
pengetahuan agama Islam sebagai pokok pengajarannya (Iihat penjelasan
pasal I peraturan tersebut). Bantuan tersebut diberikan setiap tahun
dan baru terbatas untuk beberapa karesidenan di Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jakarta dan Surakarta. Bentuk bantuan berupa uang yang
hanya boleh digunakan untuk:
1) memberi tunjangan kepada para guru,
2) membeli alat alat pelajaran,
3) Menyewa dan atau memelihara ruang ruang dan gedung madrasah 4) Membiayai administrasi.
Peraturan tersebut mencantumkan pula ketentuan bahwa dalam madrasah
itu. hendaknya diajarkan juga. pengetahuan umum setidak tidaknya: a)
bahasa Indonesia, berhitung dan membaca serta menulis dengan huruf
latin di madrasah tingkat rendah, b) ditambah dengan ilmu ilmu tentang
bumi, sejarah, kesehatan tumbuh tumbuhan dan alam di madrasah lanjutan.
Jumlah jam pengajaran untuk pengetahuan umum sekurang¬kurangnya 1/3
dari jun dah jam pengajaran seluruhnya.
Ketentuan untuk mengajarkan pengetahuan umum. 1/3 dari seluruh jam
pengajaran dilatarbelakangi oleh saran Panitia Penyelidik Pengajaran
yang mengamati bahwa di madrasah-madrasah jarang sekali diajarkan
pengetahuan umum vang sangat berguna bagi kehidupan sehari hari.
Kekurangan pengetahuan umum akan menyebabkan orang mudah diombang
ambingkan oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran kurang luas.
Menurut peraturan ini, jenjang pendidikan dalam madrasah tersusun dalam:
1. Madrasah Tingkat Rendah, dengan lama belajar sekurang-kurangnya 4 tahun dan berumur 6 sampai 15 tahun;
2. Madrasah Lanjutan dengan masa belajar sekurang-kurangnya 3 tahun
setelah tamat Madrasah Tingkat Rendah dan berumur 11 tahun ke atas.
Peraturan ini kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No. 7 tahun 1952 yang berlaku untuk seluruh wilayah RI.
Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa jenjang pendidikan madrasah adalah:
1. Madrasah Rendah (sekarang dikenal dengan sebutan Madrasah lbtidaiyah) dengan masa belajar 6 tahun
2. Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama (sekarang Madrasah Tsanawiyah), lama belajar 3 tahun setelah tamat Madrasah lbtidaiyah.
3. Madrasah Lanjutan Atas (sekarang Ma'drasah Aliyah), lama belajar 3 tahun setelah tamat Madrasah Tsanawiyah.
Madrasah lbtidaiyah Negeri sebagian besar berasal dari madrasah
madrasah yang semula diasuh oleh Pemerintah Daerah Aceh, Lampung dan
Surakarta. Sejak tahun 1946 ada 205 Sekolah Rendah Islam yang diasuh
oleh Pemerintah Daerah Aceh yang dengan Ketetapan Menteri Agama no. I
tahun 1959, pengasuhan dan pemeliharaannya diserahkan kepada
Kementerian Agama dan namanya diubah menjadi Sekolah Rakyat Islam
(SRI). Kernudian melalui Keputusan Menteri Agama No.104 tahun 1962
diubah namanya menjadi Madrasah lbtidaiyah 11.1egeri (MIN). Hal yang
sama terjadi di karesidenan Lampung. Sebanyak 19 SRI berdasarkan
Penetapan Menteri Agama No. 2 tahun 1959. Di Karesidenan Surakarta
sebanyak 11 SRI dengan Penetapan Menteri Agama no. 12 tahun 1959.
Kemunculan Orde Baru tampil dengan konsep pembangunan yang lebih
dikenal dengan pembangunan Lima Tahun (PELITA). Pembangunan nasional
merupakan bagian penting dari kebijakan politik pemerintah Orde Baru.
Pada masa Orde Baru pendidikan bersifat sentralisme, dengan birokrasi
yang ketat. Hal ini terjadi akibat dari system pemerintahan yang
otoriter. Hal ini memberi akibat kepada kegiatan pendidikan bersitaf
menunggu perintah dari atas (top down). ( Abuddin Nata, 2003: 42)
Dengan adanya sentralisme, maka pendidikan tidak berjalan dengan baik,
inovasi terhenti karena setiap pembaruan dan inovasi dianggap menetang
pemerintah. Sehingga pembaruan dan inovatif dalam pendidikan tidak
berjalan secara maksimal.
Samsul Nizar yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru
mengenai pendidikan agama, termasuk madrasah bersifat positif dan
kostruktif, khusus pada dekade terakhir tahun 1980-an sampai dengan
tahun 1990-an. Kebijakannya bersifat melanjutkan dan memperkuat
kebijakan Orde lama. Meskipun demikian pada tahap ini madrasah belum
dianggap sebagai bagian sistem pendidikan secara nasional, akan tetapi
merupakan lembaga otonom di bawah pengawasan menteri Agama. Pada masa
ini sistem pendidikan madrasah secara khusus lebih didominasi oleh
muatan-muatan yang bersifat keagamaan, menggunakan kurikulum yang belum
terstandar, struktur yang tidak seragam, dan memberlakukan manajemen
yang kurang dapat dikontrol oleh pemerintah.
Dari pembahasan tersebut dapat dipahami bahwa madrasah pada masa Orde
Baru belum mempunyai kurikulum yang standar, manajemen dan struktur
yang berbeda di setiap madrasah. Keadaan ini menimbulkan sulitnya
pemerintah mengontrolnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Husni Rahim
(http://husnirahim.blogspot.com), bahwa madrasah mempunyai
karakterisitik yang unik, diantaranya adalah, pertama, madrasah adalah
milik masyarakat. Kedua, madrasah menerapkan manajemen berbasis
sekolah. Ketiga, madrasah sebagai lembaga untuk menperdalam agama
Islam. Keempat, madrasah sebagai lembaga kaderisasi dan mobilisasi umat.
Dengan demikian pantaslah madrasah belum dianggap sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional. Akan tetapi hal itu tidak menjadikan
madrasah surut dan tenggelam, bahkan sudah melangkah sedikit lebih
maju. Hal ini dapat dipahami dari konsep pendidikan menitikberatkan
kepada konsep manajemen berbasis sekolah. hal ini dapat dipandang bahwa
madrasah telah menerapkan manajemen yang berbasis sekolah, yang
disesuaikan dengan keadaan dan lingkungan dimana madrasah berada. Dalam
arti dalam manajemen tidak harus sama dengan madrasah lainnya.
B. Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah Pada Masa Orde baru
Masa Orde baru, perkembangan Madrasah Ibtidaiyah ditandai dengan adanya
perhatian pemerintah yang diwujudkan dengan adanya rangkaian
dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP) sejak masa orde lama yakni PP
No 33 tahun 1949 dan PP No 33 tahun 1950, yang sebelumnya didahului
dengan dikeluarkan Permenag No 1 Tahun 1946, No 7 tahun 1952, No 2
tahun 1960 dan terakhir No. 3 Tahun 1979 tentang pemberian bantuan
kepada madrasah. Bantuan madrasah yang semula diperhitungkan
perkapita @ Rp. 60 per murid (uang lama), suatu kebijakan yang
mengecewakan umat karena bantuan tersebut sejak tahun 1965 dan di masa
orde baru dijadikan bantuan lepas sampai sekarang.
Pada saat itu MI berjumlah 24.979 yang 24.370 atau 97,6 % adalah
swasta. Jumlah itu merupakan bagian dari aset bangsa yang sangat besar
yang tentunya berhak untuk melanjutkan pendidikan dan terjun ke dunia
kerja yang layak pula.
Kemudian lahir kebijakan dalam rangka pengembangan madrasah tingkat
dasar (Ibtidaiyah) , pemerintah (Departemen Agama) mendirikan Mdarasah
Wajib Belajar (MWB) yang menjadi langkah awal dari adanya bantuan dan
pembinaan madrasah dalam rangka penyeragaman kurikulum dan sistem
penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan mutu madrasah ibtidaiyah.
Walaupun kemudian MWB ini tidak berjalan sesuai dengan harapan karena
berbagai kendala seperti terbatasnya sarana prasarana,masyarakat kurang
tanggap dan juga pihak penyelenggara madrasah, setidaknya itu menjadi
pendorong kemudian pemerintah mendirikan adanya madrasah negeri yang
lebih lengkap dan terperinci, dengan perbandingan materi agama 30% dan
materi pengetahuan umum 70%. Sistem penyelenggaraan, jenjang dan
kurikulum disamakan dengan sekolah umum yang berada dibawah pembinaan
Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri yang
merupakan sekolah setingkat Sekolah Dasar Negeri dengan lama belajar 6
tahun.
Dalam Pasal 4 TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 disebutkan tentang isi
pendidikan, di mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka
isi pendidikan adalah :
1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
2. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan
3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung
seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh sebuah
rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Pada tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah swasta
berdasarkan Penetapan Menteri Agama no. 80 tahun 1967. Kesempatan
penegerian itu kemudian dihentikan pada tahun 1970 berdasarkan
Keputusan Menteri Agama No.813/ 1970, ketika itu jumlah MIN sudah
mencapai 358 buah. Selanjutnya pada tahun 1972 Presiden Soeharto
mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 tahun 1972 dan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 tahun 1974 yang mengatur madrasah
di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang
sebelumnya dikelola oleh Menteri Agama.
C. Eksistensi Madrasah Ibtidaiyah Masa Orde Baru
Sekitar akhir tahun 70-an, pemerintah Orde Baru mulai memikirkan
kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam Sistem Pendidikan
Nasional. Usaha tersebut diwujudkan dengan upaya yang dilakukan
pemerintah dengan melakukan upaya memperkuat struktur madrasah,
kurikulum dan jenjangnya, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu sekolah-sekolah yang
dikelola oleh departemen pendidikan dan kebudayaan.
Kebijakan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga
menteri tahun 1974 tentang peningkatan mutu Pendidikan pada madrasah. (
Maksum, 1999:132). Tiga orang menteri tersebut adalah menteri Agama A.
Mukti Ali dengan Nomor. 6 tahun 1975, Menteri P dan K yang dijabat oleh
Syarief Thajeb dengan Nomor. 037/U/1975, dan Menteri dalam negeri yang
saat itu dijabat oleh Amir Mahmud dengan Nomor.36 tahun 1975 tanggal 24
maret 1975. SKB tersebut berlaku untuk madrasah dan semua jenjang baik
negeri maupun swasta, madrasah di lingkungan pondok pesantren dan di
luar pesantren. Di antara tujuan SKB adalah, pertama Ijazah madrasah
dapat mempunyai, pertama, Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang
sama dengan ijazah sekolah umum. Kedua, Lulusan madrasah dapat
melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih tinggi. Ketiga, siswa
madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang sama tingkatannya. (Abuddin
Nata, 2003: 51). Dengan adanya keputusan tersebut, maka posisi madrasah
setara dengan sekolah-sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah.
Bahkan akan lebih mempunyai nilai lebih jika pengelolaan madrasah
dioptimalkan secara maksimal.
Dalam rangka merespon SKB tersebut, maka disusun kurikulum madrasah
tahun 1975 dengan perbandingan bobot alokasi waktu 70% pelajaran umum
dan 30% pelajaran agama, ( Zakiah Daradjat (Dkk), 1985: 82) Dengan
perbandingan tersebut, pada dasarnya madrasah mempunyai nilai lebih
dibandingkan sekolah umum. Karena selain mempunyai standar pengetahuan
umum yang sama, siswa madrasah mempunyai nilai positif, yaitu materi
agama. Tentunya, jika hal ini dilakukan secara baik dan prosefional,
maka madrasah akan lebih berkualitas dan unggul. Dengan adanya SKB tiga
menteri tersebut, maka eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan
Islam telah setara dengan sekolah umum yang dikelola oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.
D. Pembinaan Pemerintah Terhadap Madrasah
Usaha
peningkatan dan pembinaan dalam pendidikan madrasah ini kembali
terwujud dengan adanya Surat Keputusan Besama (SKB) pada tahun 1975
yang menegaskan bahwa :
a. Yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan
agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan
sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
b. Madrasah meliputi 3 tingkatan ;
1. Madarasah Ibtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.
2. Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah
Pertama
3. Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Pembinaan dan pengembangan madrasah versi SKB Tiga menteri terus
berlangsung dengan tujuan mencapai mutu yang dicita-citakan. Penyamaan
madrasah dengan sekolah umum tidak hanya dalam hal penjenjangan saja,
namun juga dalam hal struktur program dan kurikulum juga mengalami
pembakuan dan penyeragaman setidaknya itu diperkuat dengan terbitnya
Keputusan Besama Menteri Pendidian dan kebudayaan dengan Menteri Agama
No. 0299/U/1984 dan No. 45 Tahun1984, tentang Pengaturan Pembakuan
Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Perbedaan terlihat pada
identitas madrasah, yang menjadikan pendidikan dengan pelajaran agama
sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30% di samping mata
pelajaran umum.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989, tujuan pendidikan nasional adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (Depag RI, 1991/1991)
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang
mengandung terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham
dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional dilaksanakan
secara nyata, menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi
seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh wilayah negara, menyeluruh dalam
arti mencakup semua jalur. Jenjang dan jenis pendidikan, dan terpadu
dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan
seluruh usaha pembangunan nasional
III. PENUTUP
Studi tentang sejarah pendidikan Islam di Indonesia selalu menjadi
kajian menarik, namun pengembangan minat untuk melakukan pengumpulan
serangkaian bukti sejarah menjadi tantangan, selain bukti yang masih
tersebar, juga hasil kajian selama ini belum bisa dikatakan banyak
dalam segi kuantitas, sehingga penelitian baik secara kuantitatif
maupun kualitatif menjadi lapangan yang menarik.
Selain pembinaan dan peningkatan dari pemerintah, kalangan civitas
akademika yang terlibat langsung dalam penanganan Madrasah Ibtidaiyah
hendaklah senantiasa belajar dari sejarah pekembangan madrasah, agar
formulasi ke depan semakin baik, sehingga perannya dalam mensukseskan
tujuan pendidikan nasional semakin berhasil.
Demikian makalah ini dibuat, tentunya terdapat kelemahan yang harus
dikoreksi untuk itu saran dan kritik konstruktive saya tunggu.
DAFTAR PUSTAKA
An Nahlawi, Abdurrahman, (1996). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.
Steenbrink, Karel. A., (1986). Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan
Islam dalam Kurhttp://m-ali.net/?p=89un Modern. Jakarta: LP3ES
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Indodesia, Raja Grafindo persada, jakarta, 1999
Ainurrafiq dawam, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren,Listafariska, 2005
Departemen Agama RI, Sejarah Pendidiakan Islam Di Indonesia, Proyek pembinaan Prasarana dan sarana PRAIAIN, Jakarta, 1986
http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren.
Samsul Nizar(editor), Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2007
Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, terjemahan oleh Muchtar Jahja dan Sanusi Latief, Jakarta: Bulan Bintang, 1973
Samsul Nizar, Muhammad Syaifuddin, Isu-Isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2010
Muhaimin , Pengembangan Kurikulum Pendidikan agama Islam di sekolah,
madrasah dan perguruan tinggi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Maksum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999
http://husnirahim.blogspot.com
http://www.riwayat.net/2010/11/analisis-filosofis-madrasah-masa-orde.html
Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Rineka Cipta,2009
Zakiah Daradjat (Dkk, Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985
.Depag RI., Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sistem Pendidikan Nasional, Dirjend, Bimbaga Islam, Jakarta, 1991/1992.
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/sistem-pendidikan-islam-pada-masa-orde.html
Ini makalah dalam Kuliah Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, smoga bermanfaat bagi yang membutuhkan