CANDI-CANDI DI JAWA TENGAH

      CANDI-CANDI DI JAWA TENGAH
      
      Kata “candi” mengacu pada berbagai macam bentuk dan fungsi bangunan, antara lain empat beribadah, pusat pengajaran agama, tempat menyimpan abu jenazah para raja, tempat pemujaan atau tempat bersemayam dewa, petirtaan (pemandian) dan gapura. Walaupun fungsinya bermacam-macam, secara umum fungsi candi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan keagamaan, khususnya agama Hindu dan Budha, pada masa yang lalu. Oleh karena itu, sejarah pembangunan candi sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan-kerajaan dan perkembangan agama Hindu dan Budha di Indonesia, sejak abad ke-5 sampai dengan abad ke-14.
Candi-candi Budha umumnya dibangun sebagai bentuk pengabdian kepada agama dan untuk mendapatkan ganjaran. Ajaran Buddha yang tercermin pada candi-candi di Jawa Tengah adalah Budha Mahayana, yang masih dianut oleh umat Budha di Indonesia sampai saat ini. Berbeda dengan aliran Budha Hinayana yang dianut di Myanmar dan Thailand.
Berikut kami akan memaparkan 12 Candi Budha menurut Sharing di Sini yang terdapat di Pulau Jawa bagian tengah tepatnya di Propinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta yang layak untuk kita jadikan salah satu agenda wisata di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
        # Candi Banyunibo
       Candi Banyunibo terletak di selatan Desa Cepit, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Letaknya sekitar 200 m dari Candi Barong, sekitar 1 km sebelah barat daya jalan raya Yogya-Solo. Candi Budha ini berdiri menghadap ke barat, menyendiri di lahan pertanian. Pada saat ditemukan, candi ini hanya berupa reruntuhan. Berdasarkan hasil penelitian diperkirakan bahwa Candi Banyuniba terdiri atas satu candi induk yang menghadap ke Barat dan dikelilingi deretan candi perwara berbentuk stupa, 3 berderet di selatan dan 3 lagi di timur. Di halaman belakang candi terdapat sebuah lubang seperti sumur. Ukuran Candi Banyunibo relatif kecil, yaitu lebar 11 m dan panjang sekitar 15 m. Tubuh candi berdiri di atas ‘batur’ setinggi 2,5 m yang terletak di tengah hamparan batu andesit yang tertata rapi. Selisih luas batur dengan tubuh candi membentuk selasar yang cukup lebar untuk dilalui 1 orang. Dinding dan pelipit atas batur dipenuhi dengan hiasan bermotif sulur dan dedaunan yang menjulur keluar dari sebuah wadah mirip tempayan.  Di setiap sudut kaki candi terdapat hiasan mirip kepala Kala yang disebut ‘jala dwara”. Hiasan ini berfungsi sebagai saluran pembuang air hujan. Atap candi berbentuk limasan seperti kubah (dagoba) dengan stupa di puncaknya.
 



          # Candi Borobudur
       Candi Barabudur  terletak di Kabupaten Magelang, sekitar 15 km ke arah Baratdaya Yogyakarta. Candi Budha terbesar di Indonesia ini telah warisan budaya dunia dan telah terdaftar dalam daftar warisan dunia (world heritage list). Lokasi Candi Barabudhur yang merupakan bukit kecil dikelilingi oleh pegunungan Menoreh, G. Merapi dan G. Merbabu di timurlaut, serta G. Sumbing dan G. Sindoro di baratlaut. Candi Barabudhur berdiri di atas bukit yang memanjang arah timur-barat. Candi ini dibangun dari balok batu andesit sebanyak 47,500 m3, yang disusun rapi tanpa perekat, dan dilapisi dengan lapisan putuh ‘vajralepa’, seperti yang terdapat di Candi Kalasan dan Candi Sari. Bangunan  kuno Barabudur berbentuk limas bersusun dengan tangga naik di keempat sisi, yaitu sisi timur, selatan, barat, dan utara. Tangga paling bawah dihiasi dengan kepala naga dengan mulut menganga dan seekor singa duduk di dalamnya. Dugaan bahwa Candi Barabudur menghadap ke timur diperkuat dengan adanya pahatan relief pradaksina ( yang dibaca memutar searah jarum jam), berawal dari dan berakhir di sisi timur. Selain itu, arca singa yang terbesar juga terdapat di sisi timur. Tangga menuju ke tingkat yang lebih tinggi dilengkapi dengan gerbang yang berukir indah dengan kalamakara tanpa rahang bawah di atas ambang pintu. Pada mulanya tinggi keseluruhan bangunan kuno ini mencapai 42 m, namun setelah pemugaran tingginya hanya mencapai 34,5 m. Batur atau kaki candi berdenah bujur sangkar dengan luas denah dasar 123 x 123 m, dilengkapi penampil yang menjorok keluar di setiap sisi. Keseluruhan bangunan terdiri atas 10 lantai yang luasnya mencapai 15, 13 m2. Lantai I sampai dengan lantai VII berbentuk persegi, sedangkan lantai VII sampai dengan lantai X berbentuk lingkaran. Candi Barabudur tidak mempunyai ruangan untuk tempat beribadah atau melakukan pemujaan karena candi ini dibangun untuk tempat berziarah dan memperdalam  pengetahuan tentang Budha. Luas dinding keseluruhan mencapai 1500 m2, dihiasi dengan  1460 panil relief, masing-masing selebar 2 m. Jumlah Arca Buddha, termasuk yang telah  rusak, mencapai 504 buah.  Arca-arca Budha tersebut menggambarkan Budha dalam berbagai sikap.
 










       # Candi Bubrah
       Candi Bubrah terletak di dalam Kawasan Wisata Prambanan, yaitu di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tidak banyak informasi yang didapat mengenai candi yang saat ini tinggal berupa ‘batur’ (kaki candi) yang telah rusak dan onggokan batu bekas dinding. Nama ‘Bubrah’ dalam bahasa Jawa berarti hancur berantakan. Tidak jelas apakah candi ini dinamakan Bubrah karena ketika ditemukan kondisinya memang sudah dalam keadaan (bubrah) berantakan atau karena memang itulah namanya. Ukuran Candi Buddha ini relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang, memanjang arah utara-selatan. Ukuran tepatnya tidak bisa didapatkan karena reruntuhan candi ini dikelilingi pagar terkunci. Tinggi batur (kaki) candi sekitar 2 m. Sepanjang pelipit atas dihiasi dengan pahatan berpola simetris. Tidak terlihat adanya sisa-sisa relief pada dinding kaki candi. Tangga naik ke selasar di permukaan batur terletak di sebelah timur.
 


 


         # Candi Kalasan
        Candi Kalasan terletak di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya sekitar 16 km ke arah timur dari kota Yogyakarta. Dalam Prasasti Kalasan dikatakan bahwa candi ini disebut juga Candi Kalibening, sesuai dengan nama desa tempat candi tersebut berada. Tidak jauh dari Candi Kalasan terdapat sebuah candi yang bernama  Candi Sari. Kedua candi tersebut memiliki kemiripan dalam keindahan bangunan serta kehalusan pahatannya.
Ciri khas lain yang hanya ditemui pada kedua candi itu ialah digunakannya vajralepa (bajralepa) untuk melapisi ornamen-ornamen dan relief pada dinding luarnya. Menurut Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun Saka 700 (778 M)., dalam Prasasti Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Budha. Bangunan candi diperkirakan berada pada ketinggian sekitar dua puluh meter diatas permukaan tanah, sehingga tinggi keseluruhan bangunan candi mencapai 34 m.

Candi Kalasan berdiri diatas alas berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45×45 m yang membentuk selasar di sekeliling candi. Di setiap sisi terdapat tangga naik ke emperan candi yang dihiasi sepasang kepala naga pada kakinya. Di hadapan anak tangga terbawah terdapat hamparan lantai dari susunan batu. Di depannya kaki tangga dipasang lempengan batu yang tipis dan halus dengan bentuk berlekuk-lekuk. Bangunan candi secara keseluruhan berbentuk empat persegi panjang berukuran 34x 45 m, terdiri atas ruang utama yang berbentuk bujur sangkar dan bilik-bilik yang menjorok keluar di tengah keempat sisinya. Dinding di sekeliling kaki candi dihiasi dengan pahatan bermotif kumuda, yaitu daun kalpataru yang keluar dari sebuah jambangan bulat. Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya tersebut dapat dikatakan bahwa Candi Kalasan menghadap ke timur. Di sepanjang dinding candi terdapat cekungan-cekungan yang berisis berbagai arca. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala. Tepat di atas ambang pintu, di bawah pahatan Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa wanita bersila memegang benda di kedua belah tangannya. Relung-relung di sisi kiri dan kanan atas pintu candi dihiasi dengan sosok  dewa dalam posisi berdiri memegang bunga teratai. Bagian  atas tubuh candi berbentuk kubus yang melambangkan puncak Meru, dikelilingi oleh 52 stupa setinggi, rata-rata, 4,60 m.Sepanjang batas antara atap dan tubuh candi dihiasi dengan deretan makhluk kerdil yang disebut Gana. Atap candi ini berbentuk segi delapan dan bertingkat dua. Tingkat pertama dihiasi dengan relung-relung berisi arca Budha, sedangkan tingkat ke dua dihiasi dengan relung-relung berisi arca Dhayani Budha. Puncak candi sesungguhnya berbentuk stupa .Ruang utama candi berbentuk bujur sangkar dan mempunyai pintu masuk di sisi timur. Di dalam ruangan tersebut terdapat susunan batu bertingkat yang dahulu merupakan tempat meletakkan patung Dewi Tara yang terbuat dari perunggu setinggi enam meter, di belakang susunan batu tersebut terdapat semacam altar pemujaan.
 









         # Candi Lumbung
       Candi Lumbung terletak beberapa ratus meter di sebelah Selatan Candi Sewu. Candi ini sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Klaten, Surakarta. Tidak jelas apakah nama Lumbung memang merupakan nama candi ini atau nama itu hanya merupakan sebutan masyarakat di sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan padi). Bangunan suci Buddha ini merupakan gugus candi yang terdiri atas 17 bangunan, yaitu satu candi utama yang terletak di pusat, dikelilingi oleh 16 candi perwara. Halaman komples Candi Lumbung ini ditutup hamparan batu andesit.
 
       # Candi Mendut
         Candi Mendut terletak di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa barat, sekitar 38 km ke arah barat laut dari Yogyakarta. Lokasinya hanya sekitar 3 km dari Candi Barabudhur, yang mana Candi Buddha ini diperkirakan mempunyai kaitan erat dengan Candi Pawon dan Candi Mendut. Ketiga candi tersebut terletak pada satu garis lurus arah utara-selatan. Konon candi mendut diperkirakan usianya lebih tua dibandingkan dengan Candi Borobudur. Candi ini pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1836. Seluruh bangunan candi Mendut diketemukan, kecuali bagian atapnya. Pada tahun 1897-1904, pemerintah Hindia Belanda melakukan uapaya pemugaran yang pertama dengan hasil yang cukup memuaskan walaupun masih jauh dari sempurna. Kaki dan tubuh candi telah berhasil direkonstruksi. Pada tahun 1908, Van Erp memimpin rekonstruksi dan pemugaran kembali Candi Mendut, yaitu dengan menyempurnakan bentuk atap, memasang kembali stupa-stupa dan memperbaiki sebagian puncak atap. Candi Mendut memiliki denah dasar berbentuk segi empat. Tinggi bangunan seluruhnya 26,40 m. Tubuh candi Buddha ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Di permukaan batur terdapat selasar yang cukup lebar dan dilengkapi dengan langkan. Dinding kaki candi dihiasi dengan 31 buah panel yang memuat berbagai relief cerita, pahatan bunga dan sulur-suluran yang indah.
 


                 CANDI DI JAWA BARAT

                           1. Candi Cetho
 












Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.
Ciri-cirinya:
Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
 


             2. Candi Asu
 
       Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah (kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya.
Ciri-cirinya :
Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing’. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).








         3. Candi Gunung Wukir
 
           Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal, kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
Ciri-cirinya:
Kompleks dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m terbuat dari jenis batu andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang banyak kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.



           4. Candi Prambanan
 
Berdiri di bawah Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara ini selarik puisi tiba-tiba terlintas di benak


Candi Prambanan yang dikenal juga sebagai Candi Roro Jonggrang ini menyimpan suatu legenda yang menjadi bacaan pokok di buku-buku ajaran bagi anak-anak sekolah dasar. Kisah Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging yang ingin memperistri dara cantik bernama Roro Jonggrang. Si putri menolak dengan halus. Ia mempersyaratkan 1000 candi yang dibuat hanya dalam waktu semalam. Bandung yang memiliki kesaktian serta merta menyetujuinya. Seribu candi itu hampir berhasil dibangun bila akal licik sang putri tidak ikut campur. Bandung yang kecewa lalu mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca, yang diduga menjadi arca Batari Durga di salah satu candi.






              5. Candi Gunung Sari
 
         Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
Ciri-cirinya:
Candi Gunung Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua daripada Candi Gunung Wukir. Di Puncak Gunung Sari kita bisa melihat pemandangan yang sangat mempesona dan menakjubkan. Candi Gunung Sari terletak di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Semoga di masa depan Candi Gunung Sari semakin dikenal oleh banyak orang untuk dapat menemukan inspirasi dan keindahanny.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

“GURU ADALAH PETANI”

  “GURU ADALAH PETANI”  (Sebuah Refleksi dan Filosofi Ki Hajar Dewantara) Dmp,19-08-2022. Salam Sehat dan tetap semangat Bapak/Ibu Calon P...

oke