5 prinsip belajar menurut paradigma konstruktivisme



 peserta didik; (4) kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan dan kemauan peserta didik, dan (5) selalu menilai kemajuan peserta didik melalui konteks pembelajaran.
Kelima prinsip di atas, akan menjadi lebih hidup subur di dalam kelas apabila guru dengan ikhlas menerima dan mendorong tumbuhnya otonomi dalam diri siswa, data mentah hasil belajar dan sumber utama rekaman hasil belajar lainnya dijadikan dasar untuk meneliti kemajuan belajar siswa. Kelas akan menjadi hidup dan suasana kelas konstruktuvisme akan mendapatkan lahan yang subur apabila guru menerima dengan dada terbuka dan memberikan tempat terhadap munculnya pikiran siswa, rasa ingin tahu, keinginan meneliti, dialog guru-siswa dan siswa-siswa, serta keberanian mempersoalkan sesuatu yang belum jelas.



Syukur Gazali (2002 : 118) mengemukakan bahwa kelas konstruktivistik mempunyai ciri yang berbeda secara signifikan dengan keadaan kelas yang tidak berwawasan konstruktivisme. Ciri yang dimaksud adalah seperti berikut ini.

1)      Guru akan selalu berusaha menciptakan kelas yang dapat membuat siswa berani berinteraksi.

2)      Kelas selalu didorong untuk bekerja sama antar murid dan munculnya inisiatif bekerjasama tersebut mendapatkan penghargaan.

3)      Untuk memberikan kesadaran kepada siswa bahwa pelajaran yang dipelajarinya itu bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, guru memberikan tugas-tugas dan materi yang interdisiplin. Untuk itu, guru lain dari bidang studi yang berbeda dapat hadir di suatu kelas untuk menyaksikan dan memberikan penilaian terhadap kemajuan belajar siswa.

4)      Memberikan ruang kepada peserta didik yang suka melakukan sesuatu yang beresiko, misalnya dengan memberikan tugas-tugas yang penuh tantangan.

5)      Suasana yang kolaboratif selalu diupayakan diciptakan di dalam kelas. Karena itu guru perlu menghindari munculnya kebiasaan peserta didik yang acapkali bertindak mencari “menang sendiri” dan tidak mau menerima dan menghargai pendapat temannya.

Lebih lanjut, Syukur Gazali (2002 : 120) mengemukakan bahwa untuk dapat mewujudkan kelas dengan ciri-ciri di atas diperlukan pendidik dengan perspektif konstruktivisme. Pendidik dikatakan mempunyai ciri konstruktivisme apabila dirinya mampu memperlihatkan perilaku seperti berikut.

1)      Memberikan dorongan dan menerima kemandirian dan inisiatif peserta didik.

2)      Membiasakan peserta didik berhadapan dengan beragam data antara lain : data asli (alamiah), manipulatif, interaktif, atau benda nyata.

3)      Merumuskan tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didiknya dengan rumusan tujuan seperti klasifikasikanlah, analisislah, ramalkan, atau buatlah kreasi sesuai dengan pengalaman yang dimiliki.

4)      Tidak berkeberatan mengubah strategi pembelajaran, isi atau arah pembelajaran sesuai dengan tuntutan keadaan, terutama apabila hal tersebut lebih membawa keuntungan di pihak peserta didik.

5)      Berusaha keras agar peserta didik memahami konsep tentang sesuatu sebelum pendidik memberitahukan bagaimana pemahamannya tentang sesuatu tersebut.

6)      Berusaha mendorong keberanian peserta didik untuk berdialog dengan pendidik, dengan teman sekelasnya, dengan orang asing atau orang yang belum pernah kenal dengan mereka, terutama bila hal tersebut berhubungan dengan pencarian kebenaran.

7)      Berusaha membangun keberanian siswa untuk meneliti/ingin tahu sesuatu dengan cara mendorong mereka mengajukan pertanyaan, memberikan pertanyaan dengan jawabannya ganda (open-ended question), atau saling bertanya satu sama lain.

8)      Tidak membiasakan anak didiknya menjawab dengan jawaban pendek, terutama bila jawaban yang dituntut memerlukan penalaran. Pendidik hendaknya mendorong peserta didik untuk mengembangkan jawabannya.

9)      Berusaha melibatkan peserta didiknya dengan pengalaman yang mungkin kontradiktif dengan hipotesis peserta didik semula, untuk ini perlu diberikan kesempatan berdiskusi jika peserta berhadapan hal-hal yang kontradiktif tersebut.

10)  Memberikan waktu berpikir yang cukup kepada peserta didiknya untuk memikirkan jawab yang tepat untuk pertanyaan yang diajukan oleh gurunya. Guru tidak boleh membiasakan murid berpikir tergesa-gesa.

11)  Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun hubungan baik dengan teman kelompoknya, maupun teman lain di luar kelompoknya, membangun rasa ingin tahu (curiosity) peserta didiknya secara alamiah melalui kelompok-kelompok kecil yang dibentuk untuk belajar, berusaha memecahkan persoalan, dan mencari jalan keluar bagi masalah yang dihadapi oleh kelompok secara bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

“GURU ADALAH PETANI”

  “GURU ADALAH PETANI”  (Sebuah Refleksi dan Filosofi Ki Hajar Dewantara) Dmp,19-08-2022. Salam Sehat dan tetap semangat Bapak/Ibu Calon P...

oke